Kamis, 10 Juni 2010

Penggali Kubur

Pada setip pengumuman kematian, orang-orang bercangkul itu sudah siap di pekuburan. Kulitnya legam karena terik matahari Jakarta. Badannya terlihat kurus, mungkin karena sendi dan otot lebih banyak dipakai bekerja daripada berdiam diri.

Setiap mengantar jenazah, saya selalu memperhatikannya. Tampaknya dia tak peduli dengan mayat yang dibawa ke kuburan. Dia tak peduli apakah mayat itu orang berada atau papa. Mati karena terlindas truk atau di atas tubuh seorang pelacur. Saya selalu perhatian para penggali kubur. Usai lahan digali sedalam 1, 5 meter dengan lebar 1 mater, dia pergi agak menjauh hingga orang-orang usai memasukkan mayat ke liang lahad. Baru kemudian dia datang untuk menutup tanah kuburan. Tidak ada kata-kata terlontar. Saya tak pernah memperhatikan para penggali kubur bercakap selama menggali kubur.

Usai menutup tanah kuburan, mereka pun pergi dan tak lupa meminta imbalan ala kadarnya dari keluarga yang ditinggalkan. Biasanya, mereka akan membeli minuman penguat stamina berwarna kuning atau merah anggur. Sambil ngaso di tengah pepohonan yang rimbun atau di kantor kuburan, mereka menenggak minuman hingga tuntas. Keringat yang bercucuran seperti menandakan bahwa mereka baru saja bekerja keras. Tanah merah bekas kubura yang menempel di baju, kaki dan tangan, mereka bersihkan ala kadarnya.

Mereka tak pernah tanya siapa yang mati. Setiap pengumuman kematian akan mereka sambut dengan cangkul, lalu menggali dengan tergesa-gesa. Mereka menggali tidak terlalu dalam, hanya sebatas dada orang dewasa. NAmun bila ingin lebih dalam, sisipkan uang ke tangan mereka. Mereka tahu cara memperdalam kuburan dan melebarkannya tanpa merusak kuburan yang ada di sisi kiri dan kanan.

Jumat, 31 Juli 2009

Prosedur Pemakaman di Jakarta

Bila ada anggota keluarga atau tetangga Anda yang meninggal di Jakarta, beberapa peraturan tentang prosedur pemakaman sudah ditetapkan. Maksudnya, tentu saja, agar setiap mayat yang masuk ke liang lahat atau dikremasi bisa dilaksanakan dengan cara seksama dan nyaman bagi semua anggota keluarga. Tidak ada salahnya bila hal ini dibaca:

JENAZAH BARU

Prosedur Umum Pemakaman Jenazah Baru :

* Ahli waris melaporkan kepada RT dan RW kemudian ke Puskesmas untuk mendapatkan
keterangan pemeriksaan mayat (model A).
* Surat keterangan model A dilaporkan ke kelurahan untuk mendapatkan Surat Keterangan
Kematian
* Kalau sudah lengkap, ahli waris dapat memesan tempat ke TPU terdekat/yang diinginkan
sesuai dengan ketentuan pemerintah
* Ahli waris dapat memilih petak, makam apabila tempat yang dikehendaki masih
memungkinkan.
* Setelah menyelesaikan administrasinya dan membayar retribusi sewa tanah makam, ahli
waris mendapat surat IPTM (izin Penggunaan Tanah Makam) yang berlaku selama 3 (tiga)
tahun.

Prosedur Pemakaman Jenazah Tumpangan

Sistemnya sama dengan pemakaman jenazah baru dan dilaksanakan oleh familinya, di luar familinya ditambah izin ahli waris jenazah terdahulu. Besarnya restribusi untuk sewa tanah makam tumpangan adalah 25 % dari besarnya restribusi pemakamam baru.

Prosedur Pemakaman Jenazah Bagi Ahli Waris Tidak Mampu

* Prosedur sama dengan pemakaman jenazah baru
* Surat Keterangan Tidak Mampu dari kelurahan
* Biaya Penggunaaan Tanah makam
* Lokasi makam ditentukan petugas.

Prosedur Pemakaman Jenazah Terlantar Yang Tidak Diketahui Ahli Warisnya

* Penemu mayat melaporkan ke pihak kepolisian
* Polisi menghubungi DTPU
* DTPU mengangkut jenazah ke RSCM
* RSCM menghubungi DTPU untuk mengurus pemakamannya
* Jenazah dimakamkan di TPU yang telah ditunjuk
* Prosedur Pemakaman Jenazah
* RSCM memeriksa dan mengeluarkan visum

Prosedur Pemakamam Jenasah Yang Akan Di Bawa Keluar Negeri

* Ahli Waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan :
* a. Keterangan Kematian dari kelurahan
* b. Keterangan Kematian dari Dokter/DKK
* c. Keterangan Persetujuan Departemen Luar Negeri

Prosedur Pemakaman Jenazah Bagi Warga Negara Yang Meninggal di Luar Negeri dan Jenazahnya Akan Dimakamkan di Jakarta

* Keterangan Perwakilan R.I di luar negeri
* Kartu Keluarga (SKTLD) ybs,
* Keterangan Dokter RS yang merawat

Biaya : sama dengan biaya pemakaman baru sesuai dengan blok yang dipilih.

Prosedur Permohonan Menahan Jenazah

* Ahli waris mengisi formulir dengan melampirkan :
* a.Surat Keterangan kematian dari kelurahan
* b.Surat Keterangan pemeriksaan mayat dari Puskesmas
* c.Surat Keterangan tidak berpenyakit menular dari DKK

Prosedur Permohonan Pengabuan / Kremasi

* Jenazah dan KerangkaAhli waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan :
* 1.Keterangan Kematian dari Kelurahan
* 2.Keterangan Pemeriksaan mayat dari Puskesmas/DKK
* 3.Untuk kerangka ada izin penggalian kerangka.Kemudian ahli waris dapat menghubungi krematorium yang dikehendaki.

Nah, untuk lebih jelasnya bisa menghubungi:


Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jl. Medan Merdeka Selatan 8-9 Blok G Lantai 3 Jakarta, Indonesia
Central DKI
Telp. 3447009 Ext: 3158
Fax. 3848850, 3446634

Kampung Wowo

Saat berkunjung ke Manado, beberapa tempat saya kunjungi. Selain Taman Laut Bunaken, saya pun berangkat ke Kabupaten Minahasa Selatan dan dan Danau Tondano. Selama perjalanan dari Kota Manado ke Minahasa Selatan, di pinggir jalan saya sering menjumpai komplek pemakaman dengan berbagai aneka arsitektur menawan. Demikian pula saat menuju Bitung, bahkan tempatnya sangat bagus, berada di kaki bukit tak jauh dari bibir pantai yang berangin kencang.

Sahabat saya, seorang perwira polisi yang berasal dari Sangihe, mengatakan, komplek pekuburan di Minahasa disebut "Kampung Wowo" alias kampung bisu. Dia menjelaskan mengapa hal itu disebut demikian. "Sebab, komplek pemakaman tak jauh beda dari sebuah perkampungan. Hanya saja tak ada orang bercakap-cakap," jelasnya. Memang, saya amat-amati, komplek pemakaman itu terasa sepi dan jauh dari hiruk pikuk.

Di Jakarta, komplek pemakaman agak berbeda. Jauh dari kesan angker dan juga sunyi. Tak jauh dari tempat tinggal saya di Kemanggisan, terletak komplek pemakama tua. Di sana, setiap pagi ada orang berolah raga, seperti jalan kaki. Bila malam tiba, suasana pun cukup ramai. Bukan saja oleh orang berjualan tapi juga berpacaran. Beberapa rumah penduduk, bahkan terletak bersebelahan dengan kuburan.

Orang-orang yang lalu lalang, tampaknya tidak terbersit dalam pikirannya untuk merasa takut. Toh cahaya lampu cukup benderang. Dan orang ramai bergerombol di sana. Saya pun sering pulang malam melewati komplek pemakaman itu.

Sebutan "Kampung Bisu" bagi masyarakat Minahasa untuk komplek pemakaman cukup tepat. Di sana terbersit suasana tempat peristirahatan terakhir yang nyaman. Tapi di Jakarta, menyebut tempat peristirahatan terakhir untuk komplek pemakaman, tampaknya kurang cocok. Selain suasananya gaduh, terkadang para penghuni kubur yang tidak bernyawa itu harus rela "tempat istirahat terakhirnya" dibongkar paksa untuk dijadikan perkantoran atau komplek pertokoan.

Selasa, 07 Juli 2009

Bila Kuburan Telah Penuh

Bekas Gubernur Jakarta ke 7 Ali Sadikin, wafat 20 Mei 2008 silam. Sesuai pesan almarhum, jasadnya dikubur satu lubang bersama sang isteri Nani Ali Sadikin, yang sudah pergi ke alam baka lebih dulu, 1986. Lelaki kelahiran Sumedang, Jawa Barat, yang dikenal keras kepala ini dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Semasa menjabat sebagai gubernur, Bang Ali, demikian sapaan mantan perwira angkatan laut ini, dikenal sering melontarkan gagasan yang kontroversial. Termasuk soal pemakaman. Salah satunya, dialah yang meminta agar makam warga Jakarta ditumpuk saja untuk menghemat lahan kuburan yang makin sempit.

Ada pula gagasan yang terbilang berani, yakni membakar mayat. Tapi, gagasan ini kontan memicu reaksi. Bagaimana Bang Ali menghimpun gagasan dari warga Jakarta soal pemakaman?

Mertua saya, almarhum Haji Hanafi, pernah bercerita. Pada 1972, seluruh kepala sekolah di Jakarta diminta hadir di balai kota Jakarta. Mereka bertemu langsung dengan Bang Ali. Sambil bersungut-sungut, Pak Gubernur Ali bilang, "Saya capek ngurus orang Jakarta. Dari mulai lahir, sekolah, pekerjaan sampai matinya, saya urusin," ujarnya. Maksudnya, dari mulai akte kelahiran, sekolah hingga lapangan pekerjaan bahkan lahan pekuburan harus dia siapkan.

Nah, soal pemakaman itu, tampaknya Bang Ali mulai kewalahan. Karena itu dia minta saran dari para kepala sekolah bagaimana sebaiknya cara memperlakukan mayat agar lahan di Jakarta yang sempit tidak terus berkurang karena lahan kuburan. Para kepala sekolah diminta menuliskan gagasannya dalam bentuk makalah yang harus segera dikumpulkan dalam tempo beberapa hari.

Di hari yang sudah ditentukan, seluruh makalah dikumpulkan. Hasilnya adalah sejumlah gagasan, antara lain, ada yang menyarankan agar mayat yang dikuburkan dalam posisi berdiri. Jadi bukan dalam posisi berbaring seperti yang dikenal sekarang, yang membutuhkan setidaknya ukuran 2 meter lahan. Dengan posisi berdiri maka jelas tidak membutuhkamn terlalu banyak lahan.

Ada pula yang mengusulkan agar mayat yang sudah dimasukkan ke dalam tanah kemudian diguyur oleh cairan pengurai bakteri. Ya, semacam cairan yang bisa langsung membuat mayat terus membusuk dan hancur dalam tempo cepat.

Usulan lain yang terbilang berani adalah membakarnya, seperti dalam tradisi ngaben di Bali atau kremasi orang Tionghoa Budha. Dengan kremasi atau membakar mayat, jelas tidak membutuhkan lahan. Paling-paling tersisa abu jenasah.

Nah, rupanya usulan yang terakhir ini sempat terdengar keluar. Sehingga rencana Bang Ali soal lahan kuburan banyak yang memprotes.

Bertahun-tahun kemudian, setelah Bang Ali wafat, kita mendapati lahan kuburan di Jakarta yang makin sempit. Tak ada yang bisa memecahkan persoalan ini, termasuk Pemda DKI sendiri. Pemda hanya membuat cara yang sangat klasik, yakni memperlakukan lahan kuburan sebagai rumah sewa atau kamar kos. Jadi, setiap tahun harus bayar uang sewa kuburan. Tarifnya sangat tergantung lahan dan tempat. Untuk kuburan yang dekat jalan lebih mahal. Dan ada juga tarif kuburan tumpuk, yakni dalam satu lubang terdapat lebih dari satu jasad. Ini termasuk murah.

Menumpuk jasad dalam satu lubang, salah satu cara mengurangi persoalan lahan. Tapi tak banyak yang sudi. Bang Ali, konsisten dengan sikapnya, dari sejak masih hidup sampai mati.

Senin, 06 Juli 2009

Di Makam Raja Ali Haji

Di makam Engku Puteri Raja Hamidah, dua perempuan duduk takzim. Kedua matanya memandang pada nisan tua yang dilapisi kain kuning. Dari dandanannya kedua perempuan itu seperti tidak sedang berziarah. Salah seorang di antaranya mengenakan celana jeans pendek di atas lutut. Kaus ketatnya membentuk dua payudara yang membusung. Dia tepekur, matanya tertutup lalu perlahan air matanya menetes.

Tampaknya perempuan ini sedang memohon sesuatu. Sebab, dari kabar yang saya dengar, di makam Engku Puteri Raja Hamidah, banyak perempuan memohonkan harapan akan jodoh dan perkawinan yang langgeng.

Makam Engku Puteri Raja Hamidah, adalah salah satu makam tua di Pulau Penyengat. Letak pulau ini hanya 10 menit perjalanan naik perahu di Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Ada beberapa makam lain, khususnya anggota kerajaan Riau Lingga.

Tapi khusus Makam Engku Puteri, cukup istimewa. Engku Hamidah adalah permaisuri Sultan Riau III Sultan Mahmud Syah dan juga pemegang regalia (alat-alat pusaka) kerajaan. Bukan hanya itu, di komplek makam ini pula saya bisa menatap makam Raja Ali Haji. Dialah sastrawan kerajaan, yang kini sudah ditabalkan sebagai pahlawan nasional.

Raja Ali Haji wafat pada 1873 di Pulau Penyengat. Makamnya tidak berada di dalam ruangan, sebagaimana halnya Engku Puteri. Maklum, Raja Ali Haji hanyalah sastrawan kerajaan. Tapi, justeru dialah yang namanya dikenal. Karya materpiece-nya "Guridam 12", dipahat di dinding ruangan makam.

Selain "Gurindam 12" Raja Ali Haji juga menulis sejumlah karya, antara lain, "Bustanul Katibin" (Taman Para Penulis), "Kitab Pengetahuan Bahasa", "Syair Sinar Gemala Mestika Alam", dan beberapa yang keberadaannya belum diketahui.

Di luar pagar kompleks pemakaman, masih terdapat puluhan makam lain yang sebagian tidak bernama. Barangkali ini makam para kerabat kerajaan, yang meninggal di kemudian hari. Mereka ditempatkan di pelataran.

Sementara makam Raja Engku Hamidah, berada dalam ruangan, dengan pintu masuk yang tidak terlalu tinggi. Mereka yang akan masuk diminta menanggalkan alas kaki. Sebuah penghormatan pada keluarga kerajaan, sebagaimana halnya makam para raja di Jawa, para wali dan para ulama.

Kepada Raja Ali Haji, layak kita beri salam takzim. Dialah peletak dasar Bahasa Indonesia yang sekarang kita gunakan sebagai bahasa persatuan.

Senin, 29 Juni 2009

Kramat

Kramat atau keramat, bagi penduduk Jakarta merujuk kepada pengertian kuburan. Ada pepatah yang masyhur, "Orang tua itu seperti keramat hidup". Maksudnya, setiap orang tua harus dihormati dan rajin didatangi seperti kalau kita pergi ke kuburan.

Beberapa tempat di Jakarta memang berkaitan dengan kata kramat. Misalnya, Kramat Jati, Kramat Pulo, Kramat Manggis atau Kramata Tunggak (anda masih ingat dengan yang terakhir ini?). Hal itu menandakan bahwa dulu di sana dulu ada kuburan, yang tidak selalu berupa kompleks pemakaman. Bisa saja hanya satu atau dua makam saja.

Kata kramat juga bisa bermakna keramat yang artinya sesuatu yang dianggap magis, suci atau memiliki kelebihan. Ya, seperti benda keramat pada batu atau keris dan sejenisnya. Dan hingga sekarang, masih banyak orang yang menganggap keramat benda-benda itu.

Selain kramat, ada istilah lain untuk kuburan yakni kober. Kata ini juga terkenal di beberapa tempat. Para mahasiswa Universitas Indonesia (atau siapa saja yang melintasi kawasan Depok) akan biasa mendengar teriakan kernet bis yang berbunyi " kober, kober"di sebuah gang kecil yang akan menuju ke kampus UI. Padahal setelah saya tengok kiri kanan, tak ditemukan adanya kuburan.

Hal yang cukup lazim pula, bila ada nama gang atau jalan diberi nama yang berkaitan dengan kuburan. Di Kawasan Kebayoran Lama, ada nama jalan "Kubur Islam." Dan memang di sana ada kompleks pekuburan yang tidak begitu luas. Saya juga pernah melihat nama gang kubur (tapi lupa di mana). Orang-orang di Jakarta ini tampaknya tidak begitu takut dengan kuburan atau kramat. Toh mereka biasa saja kalau pun rumahnya berhimpitan dengan kuburan. Atau nama jalannya diberi nama kuburan. Kuburan tidak menyeramkan lagi.

Senin, 27 April 2009

Kunang-kunang

Menurut cerita masyarakat Pasundan, kunang-kunang adalah kuku mayat. Kunang-kunang adalah sejenis binatang malam yang memiliki cahaya di tubuhnya. Cahayanya cukup terang bahkan cukup menjadi penunjuk arah di malam buta. Sayang, di perkotaan kunang-kunang tidak pernah terlihat lagi. Barangkali karena cahaya lampu yang benderang di malam hari membuat binatang ini enggan tampil.

Saat masih kecil, aku dan teman terbiasa menangkap kunang-kunang. Tapi segera dilepaskan bila teringat bahwa itu adalah kuku mayat. Tentu karena perasaan takut. Sejak kecil kita memang sudah dekat dengan alam kubur, dengan mayat yang didongengkan...

Aku tak ingat lagi, kapan pertama melihat mayat secara langsung. Tapi ya dalam usia masih kanak-kanak lah. Kalau tidak salah ada tetangga yang meninggal dan aku melihat langsung, sementara anak-anak lain masih ketakutan. Aku sering perhatikan kuku mayat itu. Pucat, sama seperti kulit tanganya. Saat diraba kulit itu terasa dingin. Dingin yang berbeda dengan orang hidup yang sedang kedinginan.

Saat ini, "kuku mayat" itu sering aku rindukan. Terutama cahayanya yang terang di malam hari. Sayang, kota yang benderang tak memberi tempat paa kunang-kunang.